Pada era globalisasi, masalah lingkungan, terutama mengenai penanganan limbah merupakan salah satu aspek penting yang banyak mendapat perhatian masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya. Limbah adalah suatu bahan sisa dari suatu proses produksi atau aktivitas manusia yang sudah tidak dimanfaatkan lagi. Pada industri pertanian, terutama subsektor peternakan, limbah menjadi salah satu hal penting yang harus dipikirkan penanggulangannya, karena dapat menimbulkan berbagai dampak yang tidak dikehendaki.
Seiring dengan semakin meningkatnya tingkat kebutuhan manusia, terutama mengenai tuntutan pemenuhan kebutuhan protein hewani maka usaha peternakan dirasakan semakin meningkat. Salah satu bidang usaha peternakan yang sedang berkembang di Indonesia saat ini adalah usaha penggemukan sapi, walaupun kebutuhan sapi bakalannya masih diimpor dari luar negeri. Meningkatnya usaha penggemukan sapi akan meningkatkan pula limbah peternakan yang dihasilkan. Limbah dari usaha penggemukan sapi ini sangat potensial sebagai sumber daya dan juga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, seperti pencemaran air berupa terakumulasinya sulfit dalam air, pencemaran tanah yang menyebabkan pH tanah terlalu asam dan pencemaran udara berupa bau tidak sedap yang disebabkan oleh amoniak (NH3) dan dihidrogen sulfida (H2S) yang terdapat pada limbah hewan, terutama feses. Bau yang tidak enak ini selain mengganggu kenyamanan udara bagi masyarakat setempat, juga akan merangsang lalat dan nyamuk untuk datang dan berkembang biak di tempat timbunan limbah tersebut, yang pada akhirnya dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti disentri dan diare pada ternak itu sendiri, juga pada manusia yang berada disekitar usaha tersebut berada.
Limbah yang dihasilkan dari usaha penggemukan sapi terdiri dari limbah sisa pakan, urine sapi dan feses sapi atau secara umum terbagi menjadi dua yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat dari usaha penggemukan sapi potong terutama feses sapi merupakan limbah terbesar yang dihasilkan dari usaha tersebut. Feses yang dihasilkan dari seekor sapi potong dewasa rata-rata sebanyak 6 % dari bobot tubuhnya, jadi jika suatu usaha penggemukan sapi potong mempunyai kapasitas kandang untuk 1000 ekor sapi potong dengan bobot tubuh sapi rata-rata 350 Kg, maka dalam sehari akan diperoleh feses sebanyak 21 ton.
Limbah peternakan sebagian besar berupa bahan organik. Hal ini menunjukkan bahwa apabila dikelola dengan cara yang benar dan tepat peruntukkannya, limbah peternakan masih memiliki nilai sebagai sumberdaya yang potensial bermanfaat. Sejak dahulu limbah peternakan sudah digunakan oleh petani sebagai bahan sumber pupuk organik, namun karena pengaruh intensifikasi pertanian, pemanfaatan tersebut kian berkurang. Selain itu juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi pengolahan limbah peternakan yang masih belum mampu memenuhi tuntutan kebutuhan petani pada masa itu. Pengolahan limbah sebagai pupuk masih dilakukan secara konvensional, yaitu dibiarkan menumpuk dan mengalami proses degradasi secara alami. Teknologi yang tepat dan benar belum dikembangkan.
Teknik pengomposan merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih untuk menanggulangi limbah feses sapi potong. Dengan cara ini, biaya operasional relatif lebih murah dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Selain itu dengan pengomposan juga dapat memperkaya unsur hara pupuk organik yang dihasilkan dari pengolahan limbah peternakan tersebut, namun demikian data mengenai pengomposan yang tepat untuk menangani limbah peternakan, khususnya limbah sapi potong belum diperoleh informasi yang lengkap.
Teknik pengomposan merupakan salah satu cara pengolahan limbah yang memanfaatkan proses biokonversi atau transformasi mikrobial. Biokonversi itu sendiri adalah proses-proses yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk merubah suatu senyawa atau bahan menjadi produk yang mempunyai struktur kimiawi yang berhubungan. Proses biokonversi limbah dengan cara pengomposan menghasilkan pupuk organik yang merupakan hasil degradasi bahan organik. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah bahan organik limbah sudah terdegradasi dengan baik adalah perubahan bahan organik limbah menjadi unsur hara, terutama unsur hara makro, seperti N total, P2O5 dan K2O.
Proses pengomposan secara alamiah terjadi sangat lama, umumnya membutuhkan waktu hingga 6 bulan. Waktu pengomposan yang relatif lama menyebabkan proses pengomposan menjadi kurang efektif dalam penanganan limbah usaha penggemukan sapi, karena limbah yang dihasilkan terus terakumulasi setiap hari. Teknik pengomposan dapat dikembangkan dengan cara menambahkan inokulan tertentu kedalam limbah peternakan, sehingga prosesnya terjadi lebih cepat. Cara lain adalah dengan memanfaatkan limbah tersebut untuk kehidupan organisma tertentu secara langsung, sebagai media hidup ataupun sebagai sumber kebutuhan pakannya.
terimakasih infonya
ReplyDeletekalau bisa tambah lg artikelnya gan
trimakasih infonya
ReplyDeletetambah lagi artikelnya gan....