Sunday, May 24, 2015

Kondisi Peternakan Sapi Perah

Saat ini kondisi peternakan sapi perah di Indonesia semakin memprihatinkan saja. Kegiatan usaha yang berbasis di daerah pedesaan tersebut terlihat jalan di tempat, bahkan mengalami kemunduran. Banyak peternak yang gulung tikar untuk mengganti usahanya dengan jenis usaha yang lain. Bahkan tidak sedikit yang benar-banar bangkrut dan dengan terpaksa menggantungkan harapan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan menjadi buruh di pabrik-pabrik yang mulai banyak berdiri di kawasan yang sebenarnya diperuntukkan bagi pengembangan usaha peternakan.

Badai usaha pada peternakan sapi perah sebenarnya bukan kali ini saja, yang terparah adalah pada rentang waktu antara Tahun 2012 hingga 2013, bahkan di penghujung 2014 pun dampaknya masih terasa, sehingga untuk bangkit kembali mengalami hambatan yang cukup besar.

Pada Tahun 2012 hingga pertengahan 2014 harga susu sapi di tingkat peternak tidak mampu untuk meng-cover kebutuhan biaya operasional pakan ternak. Bagaimana tidak, di tengah kesulitan tersebut harga pakan ternak meningkat cukup tinggi. Meskipun harga susu di KUD dinaikkan juga, namun selisih kenaikan tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan peternak untuk biaya pakan sehingga menghasilkan setiap liter susu sapi.

Apa boleh buat, bagi peternak yang terpenting adalah sapi-sapinya dapat makan sehingga tetap sehat dan berproduksi. Sementara dari pihak-pihak yang seharusnya ikut bahu membahu membantu kesulitan peternak seolah tidak mampu mengatasi kesulitan yang dirasakan oleh para peternak. Sehingga, terpaksa segala cara dilakukan oleh peternak untuk mempertahankan usahanya. Bagi peternak yang kurang fight, maka sudah dapat dipastikan akan 'banting steer' mengganti usahanya dengan usaha yang lain.

Setidaknya ujian yang datang kepada para peternak sapi perah tiada pernah surut. Setelah pada akhir 2011 harga pedet sangat-sangat murah, hingga turun harganya -100%, kemudian pada awal 2013 hingga 2014 justru harga sapi pedaging melonjak tajam. Bahkan menjadi isu Nasional tentang mahalnya harga daging sapi di tingkat konsumen.

Fenomena demikian mengakibatkan dampak yang sangat luar biasa terhadap usaha peternakan sapi perah. Akibat kurangnya stok daging sapi di pasaran, maka bukan hanya sapi potong saja yang dipotong untuk konsumsi daging sapi Nasional, sapi perah pun ikut menjadi target sasaran, tidak peduli sapi perah pejantan ataupun sapi perah betina. Inilah 'malapetaka' yang cukup serius bagi kelangsungan usaha sapi perah di Indonesia. 

Adapun bagi peternak, ditengah kesulitan harga pakan yang semakin tinggi, sementara harga jual susu tidak sebanding dengan biaya operasional, maka seperti gayung bersambut, harga sapi perah pejantan pun ikut terdongkrak naik. Tidak hanya pejantan, bahkan sapi perah produktif pun dibabat habis juga oleh bandar-bandar sapi potong. Yang penting bagi mereka adalah perputaran usaha harus terus berjalan, bagi peternak pun yang penting sapi-sapi yang lain masih bisa berproduksi. Mungkin ibarat kanibalisme, dimana untuk menutupi operasional usaha sapi perahnya peternak menjual sapi perah yang lain, meskipun yang dijual biasanya sapi perah yang kurang produktif. Namun karena mahalnya harga daging sapi, tidak sedikit juga para peternak menjual sapi perah yang masih produktif, bahkan seringkali diketemukan bahwa sapi perah tersebut (yang dipotong) ternyata sedang bunting.

Sebenarnya hal tersebut di atas merupakan permasalahan klasik yang belum mampu terpecahkan solusi penanganannya, meskipun sudah lahir para profesor dan doktor lulusan luar negeri yang ahli di bidang peternakan, namun para peternaknya masih saja seperti beberapa dekade ke belakang. Mungkin sejak sang profesor kuliah hingga mendapatkan gelar profesor di bidang peternakan, keadaan peternakan di Indonesia diam di tempat. Atau bahkan saat ini mengalami kemunduran.

Perlu keseriusan dari berbagai unsur yang membidangi masalah peternakan di Indonesia. Semoga saja ke depan suasana yang terjadi saat ini dapat dibenahi sedikit demi sedikit sehingga peternakan sapi perah di Indonesia dapat berjaya di Dunia.

No comments:

Post a Comment